Januari 2015 baru berjalan beberapa BULAN
. Meneruskan tradisi
tahunan, selain menyusun resolusi tahun baru, satu agenda yang juga
perlu dilakuan adalah mengevaluasi target-target yang telah dicanangkan
di waktu lalu.
Salah satu yang terpenting adalah menggelar evaluasi tujuan keuangan
yang telah kita canangkan. Maklum, tujuan keuangan menyangkut nasib masa
depan keuangan keluarga. Idealnya, evaluasi dilakukan sebelum tahun
berganti.
Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan?
Bila saat ini Anda belum melakukan, mumpung hawa tahun baru masih
hangat, saatnya kini menyisihkan waktu menengok perkembangan hasil
investasi. “Evaluasi penting kita lakukan untuk mengetahui sudah sejauh
mana langkah kita dalam mewujudkan sebuah rencana,” ujar Sari
Insaniwati, perencana keuangan MRE Financial & Business Advisory.
Dengan langkah evaluasi, kita bisa melihat apakah ada strategi yang
perlu diperbaiki bahkan mungkin diubah. Taufik Gumulya, perencana
keuangan TGRM Financial Services, berujar, investor wajib memonitor
kinerja produk investasi yang dia miliki secara berkala. Untuk target
dana di bawah setahun, monitoring wajib dilakukan setiap bulan. Sedang
untuk target dana kurang dari 3 tahun, minimal harus dimonitor setiap 6
bulan.
Adapun, target dana di atas 3 tahun, setidaknya evaluasi kinerja
dilakukan tahun sekali. “Itu bila kondisi ekonomi stabil, tidak ada
perubahan fundamental,” kata dia. Bila kondisi tidak stabil, frekuensi
monitoring perlu ditingkatkan agar bisa lebih sigap memutuskan strategi
terbaik.
Evaluasi lengkap
Nah, sebelum beranjak meneliti satu per satu kinerja investasi, para
perencana keuangan menyarankan agar Anda terlebih dulu mengevaluasi
kondisi kesehatan kocek menyeluruh.
Pasalnya, sebuah tujuan keuangan hanya mungkin tercapai dalam
kondisi kocek yang sehat. Contoh kecil, Anda tidak disarankan tetap
berkeras berinvestasi apabila tidak memiliki dana darurat sama sekali
atau memiliki beban utang melampaui batas maksimal.
Maka itu, penilaian kondisi keuangan menyeluruh harus Anda tempuh
dahulu. Aakar Abyasa Fidzuno, Senior Financial Executor dan perencana
keuangan Zeus Consulting, berujar, ada beberapa hal yang bisa Anda
lakukan untuk itu.
Pertama, perbarui kondisi networth atau kekayaan
bersih dan neraca keuangan ke posisi terbaru. Anda perlu memperbarui
data kekayaan terkini mulai dari aset likuid, aset investasi, aset guna,
juga daftar kewajiban alias utang untuk mengetahui besar kekayaan
bersih.
Kedua, lakukan pengecekan ulang saldo-saldo di rekening
investasi, cek ulang status gaji dan bonus atau penghasilan di luar
pendapatan rutin.
Ketiga, teliti ulang pengeluaran dalam 3 bulan terakhir. Kondisi arus kas apakah surplus atau defisit serta apa pemicunya.
Dari pengecekan itu, bisa terlihat sejauh mana tingkat kesehatan
kocek Anda. Beberapa rasio yang biasa dipakai dalam financial check-up
antara lain, rasio likuiditas yang mengukur ketersediaan dana darurat.
Jumlah ideal untuk pasangan menikah tanpa anak adalah sebesar 6 kali
pengeluaran bulanan. Lalu, rasio tabungan, untuk melihat kemampuan
penyisihan pendapatan untuk ditabung. Angkanya didapatkan dari nilai
surplus bulanan dibagi pendapatan bulanan. Angka ideal, minimal 10%.
Ada pula rasio cicilan utang, menunjukkan porsi pendapatan yang
menjadi cicilan utang. Angka ideal adalah di bawah 35% pendapatan
bulanan. Kemudian, rasio aset investasi untuk mengukur porsi aset
investasi terhadap kekayaan bersih. Semakin besar angkanya, akan semakin
baik.
Kemudian, rasio solvabilitas untuk mengukur nilai kekayaan
sesungguhnya terhadap total aset yang Anda miliki. Minimal nilainya 35%
dari total aset.
Nah, setelah mengetahui kondisi kesehatan kocek menyeluruh, Anda bisa
menyimpulkan bagaimana kualitas kesehatan kocek Anda. Kalau benar
sehat, kini saatnya mengevaluasi kinerja produk investasi di setiap
tujuan keuangan. Apa saja langkahnya? Berikut saran dan tip dari
perencana keuangan:
Bandingkan dulu
Daftarlah seluruh rencana keuangan Anda dan evaluasi setiap produk
investasi yang Anda gunakan dan cek saldo investasinya untuk mengetahui
pertumbuhan return setahun terakhir. “Bandingkan return-nya dengan
produk sejenis di pasar, apakah sebanding atau sebaliknya?” ujar Aakar.
Anda bisa mendapatkan informasi perbandingan antar produk itu di situs
www.kontan.co.id atau Infovesta dan Bloomberg. Selain membandingkan
dengan produk sejenis, perlu juga mengukur dengan benchmark. Misalnya,
bila produk berbasis saham, maka acuannya adalah Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG).
Yang juga penting adalah memeriksa apakah capaian return sudah sesuai
dengan target yang Anda asumsikan dalam hitungan awal. Misalkan, untuk
target dana sekolah anak senilai Rp 120 juta, Anda mengasumsikan bisa
tercapai dalam 7 tahun melalui investasi rutin per bulan Rp 526.429 di
produk yang
Anda asumsikan memberi imbal hasil 25% per tahun.
Bila produk investasinya adalah reksadana, Anda cukup menghitung
nilai aktiva bersih (NAB) terakhir dikurangi NAB pembelian, lalu bagi
angkanya dengan NAB pembelian dikalikan 100%.
Buat keputusan
Lantas, bagaimana bila asumsi hitungan awal dalam tujuan keuangan tidak
tercapai? Prita Ghozie, perencana keuangan dan CEO ZAP Finance,
menyarankan, apabila rata-rata return investasi di bawah benchmark,
langkah switching atau mengalihkan investasi ke keranjang lain bisa Anda
tempuh. “Tapi, jika return pasar memang di bawah target kita, teruskan
saja,” kata dia.
Karena, itu berarti kondisi pasar memang tengah tak kondusif. Taufik
menambahkan, jika switching, jangan malah beralih ke produk yang lebih
berisiko. Pindahkan ke produk berpotensi return lebih baik dengan risiko
sama atau lebih kecil. Misal, produknya adalah reksadana saham untuk
target dana jangka panjang. Anda bisa memindahkan ke produk reksadana
saham dengan realisasi kinerja di atas asumsi return.
Alternatif lain apabila kinerja investasi masih di bawah target,
menurut Aakar, adalah mendiamkan dan menambah investasi di instrumen
lain sebagai langkah diversifikasi risiko.
Strategi investasi
Kerapkali, hasil investasi kurang optimal bukan melulu karena faktor
pasar. Bisa jadi hasilnya mengecewakan akibat pemodal kurang disiplin,
ketersediaan dana investasi kurang, atau karena strategi investasi yang
dipilih kurang tepat.
Salah satu strategi yang umum dijalankan, dollar cost averaging (DCA)
atau rutin berinvestasi di waktu tertentu dengan jumlah dana sama.
Strategi ini cocok bagi Anda yang berprofil pendapatan rutin.
Lalu, lumpsump atau berinvestasi sejumlah tertentu sekaligus di satu
waktu, biasanya di awal investasi. Umumnya ditempuh oleh orang dengan
karakter penghasilan tidak rutin.
Prita menilai, DCA merupakan strategi investasi paling optimal, walau
belum tentu memberi return paling maksimal. “DCA bukan untuk mencari
untung maksimal tapi strategi meminimalkan risiko investasi sehingga
hasil investasi bisa optimal,” kata dia.
Maklum, bila Anda bukan seorang profesional di pasar modal, akan
terlalu sulit dan berisiko berinvestasi berdasarkan pembacaan momentum
pasar (market timing). Sedang strategi lumpsump biasanya memberi hasil
maksimal ketika pasar diramal bakal bullish dalam jangka panjang.
Taufik menambahkan, strategi DCA bisa maksimal bila dikombinasikan
dengan monitoring pasar (lihat tabel di halaman 16). “Bisa terjadi,
kinerja NAB negatif namun pertumbuhan dana tetap positif,” ujarnya.
Contoh lain, taruh kata hasil investasi di instrumen jangka panjang,
beberapa waktu terakhir sudah hampir mendekati target. Boleh saja, dana
yang sudah berkembang itu Anda parkir dulu di instrumen risk free,
seperti deposito, lalu tetap melanjutkan DCA.
Ketika harga produk investasi tengah turun, dana tersebut Anda
masukkan lagi. “Dengan catatan, indikator teknikal ke depan ada sinyal
bullish yang kuat,” kata Taufik.
Strategi DCA dikombinasikan dengan pembacaan pasar menjanjikan hasil
lebih optimal. Namun, hal itu bisa berjalan apabila Anda memiliki
pengetahuan dan waktu yang cukup untuk memahami pasar.
Bila Anda tidak memiliki modal tersebut, lebih baik bermain aman
dengan strategi DCA murni. “Siapa, sih, yang bisa konsisten timing the
market?” kata Prita, retoris.
Aakar menambahkan, dalam berinvestasi untuk sebuah tujuan keuangan,
ada prinsip penting yang perlu diingat. “Konsisten menghasilkan untung
itu lebih baik daripada mengejar untung tertinggi,” ujarnya.
Khusus untuk tahun ini di mana pasar finansial dibayangi gejolak
seiring rencana kenaikan bunga The Federal Reserves, para perencana
keuangan kompak menilai, strategi DCA tetap paling oke di tengah situasi
pasar demikian.
Silakan mengevaluasi!
Jangan Sekadar Investasi Tapi Lupa Evaluasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: